Rabu, 15 Juni 2016

Menyapa Museum Di Era Modern



Dalam tulisan saya kali ini saya terinspirasi setelah saya baca tulisan dari Akin Duli yang berjudul Akin Duli, “Fungsi Peranan Museum: Tantangan Bagi Museum La Galogo Dalam Era Globalisasi”. Berkat tulisan itu saya jadi ingin menyapa museum di Era Modern saat ini  pada tulisan saya kali ini. Adapun tujuan dari tulisan saya ini agar mengetahui bagaimana kontribusi museum yang merupakan sama-sama lembaga informasi seperti Perpustakaan dan Kearsipan di Era Modern. Sebelumnya kita bahas dulu apa itu museum.
Museum menurut Sulistyo-Basuki (2010: 2.44) merupakan sebuah lembaga permanen, nirlaba, yang melayani masyarakat dan perkembangannya dan terbuka bagi umum, yang memperoleh, melestarikan, meneliti, mengkomunikasikan, dan memamerkan untuk keperluan kajian, pendidikan, dan kegembiraan, serta bukti material manusia dan lingkungannya. Adapun pengertian museum menurut Laksmi,  Tamara Adriani Sosetyo-Salim, dan Ari Irmansyah (2011: 66), merupakan lembaga yang bertanggungjawab atas warisan budaya, berfungsi melindungi dan melestarikan, mulai dari menyimpan, merawat, mengamankan, dan memanfaatkan benda-benda bukti materiil hasil budaya manusia, alam, dan lingkungannya. Berdasarkan dari kedua pengertian tersebut dapat kita ketahui museum adalah lembaga nirlaba yang melayani masyarakat dan yang bertanggungjawab atas warisan budaya, serta berfungsi melindungi, melestarikan, meneliti, mengkomunikasikan, dan memamerkan untuk keperluan kajian, pendidikan, dan kegembiraan, serta bukti material hasil budaya manusia, alam, dan lingkungannya. Lalu apa sih fungsi museum ?
Adapun fungsi museum berdasarkan International Council of Museum (ICOM) 14 Juni 1974 di Denmark (dalam Laksmi,  Tamara Adriani Sosetyo-Salim, dan Ari Irmansyah, 2011: 66), yaitu (1) pengumpulan dan pengamanan warisan alam dan budaya; (2) dokumentasi dan penelitian ilmiah; (3) konservasi dan preservasi; (4) penyebaran dan pemerataan ilmu untuk umum; (5) pengenalan dan penghayatan kesenian; (6) pengenalan kebudayaan antardaerah dan antar-bangsa; (7) visualisasi warisan alam dan budaya; (8) cermin pertumbuhan peradaban umat manusia; (9) pembangkit rasa takwa dan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kemudian, apasih karakteristik museum jika dibandingka dengan lembaga informasi lain seperti Perpustakaan dan Kearsipan ?
            Karakteristik museum antara lain, pertama, koleksi yang ada di museum dapat dijadikan sebagai sumber inspirasi dan kearifan dalam menuntun manusia merajut masa depan, karena benda-benda yang dipajang memiliki makna dan nilai tertentu yang mewakili masa lalu. Kedua, koleksi yang ada bisa dijadikan tempat laboratorium penelitian. Hal ini dikarenakan setiap museum memiliki tema-tema yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya sehingga informasi yang disajikan pun berbeda-beda, serta informasi yang sajikan lebih lengkap. Ketiga, tata kerja museum meliputi penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran koleksi, serta dikelola oleh kurator. Keempat, koleksi yang ada dimuseum berupa gambaran kearifan budaya yang memiliki makna, mewakili masa lalu, dan orisinil atau asli (Laksmi,  Tamara Adriani Sosetyo-Salim, dan Ari Irmansyah, 2011: 66-68). Lalu peran museum di Era Globalisasi atau Modern seperti saat ini apa ?
Adapun peran museum di era globalisasi saat ini menurut Akin Duli adalah museum berperan sebagai wadah komunikasi antar budaya. Seperti yang kita ketahui, museum sebagai lembaga informasi bertugas mengumpulkan, menyimpan, dan melestarikan bebagai macam koleksi yang berasal dari kearifan lokal suatu daerah atau bangsa. Hal ini merupakan peluang museum untuk mengadakan pameran atau penyajian koleksi yang dimilikinya untuk memperkenalkan kearifan budaya lokal yang mungkin sudah mulai dilupakan, atau belum diketahui oleh masyarakat di era globalisasi ini. Hal ini menjadikan masyarakat dapat menambah wawasan dan bertukar informasi mengenai kebudayaan suatu daerah atau bangsa, sehingga tidak hilang dan dapat terus dilestarikan.
Peran museum lainnya menurut Akin Duli adalah, museum dapat menjadi wadah pendidikan masyarakat di era globalisasi saat ini. Berbagai koleksi yang ada di museum dapat dijadikan oleh masyarakat untuk mempelajari nilai moral, nilai estetika, nilai hsitoris, dan kultural yang merupakan warisan dari sebuah bangsa ditengah perubahan sosial di masyarakat. Hal ini menjadikan museum memberikan bekal ilmu pengetahuan mengenai identitas sebuah bangsa sebagai dasar menjalani kehidupan dimasa mendatang. Selain itu, melalui koleksi yang dimiliki museum dapat meberikan pengetahuan baru yang tidak didapatkan pada pendidikan formal.

Daftar Bacaan:
Duli, Akin. “Fungsi Peranan Museum: Tantangan Bagi Museum La Galogo Dalam Era Globalisasi”, Disampaikan pada acara Seminar Tentang Gerakan Nasional Cinta Museum 24 September 2013, http://repository.unhas.ac.id:4001/digilib/files/disk1/452/-akinduli-22518-1-fungsi-).pdf  (diakses 22 Mei, 2016)
Sulistyo-Basuki. 2010. .Pengantar Ilmu Perpustakaan. -Cet4; Ed.1. Jakarta: Universitas Terbuka.
Laksmi, Tamara Adriani Sosetyo-Salim, dan Ari Irmansyah. 2011. Manajemen Lembaga Informasi: Teori dan Praktek. Jakarta: Penaku.

Kontribusi Kajian Teori Agama dan Sosial Di Bidang Ilmu Perpustakaan



Pada kajian teori Agama dan Sosial kita mempelajari berbagai teori ata pemikiran para ilmuan dan filsuf mengenai masyarakat dan agama atau kepercayaan yang dianutnya. Lalu apa kontribusi dari kajian Teori Agama dan Sosial ini bagi Ilmu Perpustakaan dan khususnya bagi kita pustakawan?. Pada kajian teori Agama dan Sosial kita mempelajari makna dari masyarakat yang merupakan salah satu komponen terpenting dalam sebuah kehidupan. Dalam kajian tersebut dijelaskan bahwa masyarakat terbentuk karena adanya individu atau manusia yang berkumpul. Hal ini didukung oleh Emile Durkheim, yaitu salah satu tokoh yang menurut saya pemikirannya sangat berpengaruh di dalam Kajian Teori Sosial dan Agama selain Karl Mark dan Max Weber. Emile Durkheim menyatakan bahwa tanpa adanya manusia masyarakat tidak akan bisa terbentuk dan tidak akan pernah ada. Terbentuknya suatu masyarakat ini yang kemudian dapat memunculkan diantaranya struktur sosial dan sistem budaya. Dimana di dalam sistem budaya ini memunculkan adanya simbol, gesture, bahasa, norma, adat istiadat, tradisi, kepercayaan, agama dan hukum. Hal ini yang menjadikan adanya perbedaan antara masyarakat satu dengan yang lainnya atau masyarakat antar daerah. Munculnya berbagai perbedaan ini menjadikan adanya ciri khas dari sebuah masyarakat pada suatu tempat. Namun, pada dasarnya adanya berbagai perbedaan ini merupakan sebuah bentuk perlindungan diri agar dapat bertahan hidup dengan kondisi dan keadaan yang ada. Seperti contohnya masyarakat yang tinggal di dataran tinggi dalam kesehariannya menggunakan pakaian yang tebal karena cuacanya dingin, dan berusaha mengurangi aktivitas dimalam hari karena cuaca pada malam hari lebih dingin. Hal ini berbeda dengan masyarakat yang tinggal di dataran rendah dekat pantai yang dalam kesehariannya terbiasa menggunakan pakaian yang tidak terlalu tebal karena cuacanya yang panas, sehingga mereka juga berusaha mengurangi aktivitas disiang hari. Adapun contoh lainnya adalah adanya perbedaan pada masyarakat kota yang sudah terbiasa dengan adanya kemajuan teknologi, dibandingkan dengan masyarakat desa yang hanya mengandalkan alat-alat tradisional. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan tersebut juga dipengaruhi oleh lingkungan sekitar atau alam, dan ilmu pengetahuan yang mereka terima. Selain itu, menurut Emile Durkheim seorang individu sebagai komponen penting terbentuknya sebuah masyarakat dalam melakukan aktivitas sehari-harinya tidak mungkin dapat terlepas dari masyarakat sekitarnya, termasuk dalam beribadah.
Adanya kajian yang telah dipaparkan diatas menunjukkan jika adanya perbedaan antara masyarakat satu dengan yang lainnya baik dari segi agama, budaya, adat istiadat dan lain sebagainya merupakan sesuatu yang wajar yang tidak dapat disalahkan. Hal ini dikarenakan perbedaan itu terbentuk berdasarkan respon masyarakat tersebut terhadap lingkungan alam sekitarnya, dan ilmu pengetahuan yang menerpanya. Maka, kita tidak bisa dengan begitu saja merubah dengan cara menyamakan atau membandingkan suatu agama, budaya, adat istiadat, dan lain sebagainya pada suatu masyarakat sesuai dengan pemikiran kita.
Melalui kajian ini kita sebagai pustakawan jadi memiliki perspektif lain ketika memandang perbedaan pengguna perpustakaan yang memiliki perbedaan antara satu dengan yang lainnya. Selain itu, kita juga dapat membuat layanan yang sesuai dengan keadaan masyarakat yang menjadi pemustaka atau pengguna perpustakaan berdasarkan kultur budaya, mata pencaharian, dan berbagai keanekaragaman yang ada pada masyarakat itu sendiri. Dengan demikian, Pustakawan dapat menciptakan layanan perpustakaan yang humanis untuk pemustaka atau pengguna perpustakaannya.

Daftar Bacaan:
Daniel L. Pals. 2012. Seven Theories Of Religion. Yogyakarta: IRCiSoD.

Kajian Ergonomi Perpustakaan Yang Terlupakan



 Ergonomi Perpustakaan merupakan salah satu materi yang saya dapatkan pada Mata Kuliah Desain Sitem Informasi Perpustakaan. Saya baru sadar kalau ergonomi didalam perpustakaan merupakan bagian yang bisa dikatakan tidak diperhatikan atau kurang disadari manfaatnya. Sebelum kita membahas lebih jauh kita cari tahu dulu apa arti Ergonomi. Ergonomi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mamiliki arti, yaitu (1) penyerasian antara pekerjaan, jenis pekerjaan, dan lingkungan; tata kerja; (2) ilmu tentang hubungan di antara manusia, mesin yang digunakan, dan lingkungan kerjanya. Adapun definisi ergonomi lainnya menurut Sari dalam materi “Ergonomi Kesehatan”, ergonomi adalah penerapan ilmu biologi manusia sejalan dengan ilmu rekayasa untuk mencapai penyesuaian bersama antara pekerjaan dan manusia secara optimum, dengan tujuan agar bermanfaat demi efisiensi dan kesejahteraan. Berdasarkan kedua penjelasan tersebut dapat diketahui jika ergonomi perpustakaan merupakan penerapan ilmu bilogi manusia dengan ilmu rekayasa dengan cara penyesuaian antara manusia, mesin dan lingkungan kerjanya. Hal ini menunjukkan ergonomi perpustakaan berhubungan dengan factor kenyamanan pemustaka atau pustakawan terhadap fasilitas yang ada di perpustakaan, seperti ruang kerja pustakawan, kursi baca pemustaka, meja baca pemustaka, dan lain sebagainya. Faktor mengenai ergonomi inilah yang kurang disadari perpustakaan dan jarang dilakukan kajian.

Kebanyakan kajian yang dilakukan perpustakaan mengenai kebutuhan informasi pemustaka atau sesuatu yang bersifat teknis atau administratif pada perpustakaan. Padahal melalui kajian ergonomi ini Perpustakaan bisa mengetahui apakah fasilitas yang disediakan pada perpustakaannya sudah memberikan kenyamanan kepada pemustaka atau belum. Hal ini sesuai dengan tujuan dari Ergonomi menurut Sari, diantaranya untuk efesiensi kerja, kesejahteraan, dan pencegahan sakit dan kecelakaan kerja. Hal ini menunjukkan adanya manfaat dari ergonomi apabila diterapkan diperpustakaan dapat memberikan keselamatan bagi pemustaka, dan memperlancar efesiensi penyelesaian pekerjaan pemustaka yang dilakukan di Perpustakaan.

Adapun kajian yang dapat dilakukan di perpustakaan yang berhubungan dengan ergonomi, yaitu mengkaji bentuk kursi yang nyaman bagi pemustaka; menkaji bentuk loker  atau kuci koker yang nyaman bagi pemustaka; mengkaji bentuk meja yang nyaman sesuai kebutuhan pemustaka, dan lain sebagainya. Kelihatannya kajian ini sangat ringan, atau tidak penting namun hal ini dapat memberikan kesan (user experience) nyaman pada permustaka ketika berada di Perpustakaan. Adapun contohnya adalah ketika kursi yang terdapat di perpustakaan nyaman, maka pemustaka merasa nyaman ketika membaca buku atau menyelesaikan pekerjaannya meskipun harus berlama-lama di Perpustakaan. Adanya kajian mengenai Ergonomi ini juga sebagai bentuk layanan perpustakaan yang berbasis user oriented, dan menciptakan user experience (UX) positif bagi pemustaka terhadap Perpustakaan.

Sumber refrensi:  
Rita Kartika Sari. “Ergonomi Kesehatan”, dalam http://fik.unnisula.ac.id/download/ERGONOMI%2520KESEHATAN.ppt

Berkunjung Ke Ghratama Pustaka Yogyakarta



Perpustakaan Ghrahatama Pustaka merupakan Perpustakaan Daerah  Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang berlokasi di Jl. Janti Banguntapan Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta. Perpustakaan ini merupakan perpustakaan yang digadang-gadang sebagai perpustakaan terbesar di Asia Tenggara. Perpustakaan Ghratama Pustaka menawarkan User Experience bagi penggunanya melalui desain perpustakaan yang luas, dan dengan bangunan yang modern. Pada ruang layanan sirkulasi terdapat sudut-sudut baca yang nyaman dan menggunakan funiture yang modern baik yang lesehan maupun yang menggunakan kursi dan meja. Untuk pojok baca lesehan terdapat kursi-kursi malas kecil yang empuk yang bisa digunakan oleh pengguna, sehingga merasa betah dan nyaman. 

              Selain itu, pengguna juga disuguhkan adanya layanan 6 Dimensi, sehingga pengguna bisa menonton film, dan seakan-akan ikut masuk ke dalam film tersebut, karena menggunakan kamera 3 Dimensi dan kursi yang bisa ikut bergetar atau terguncang-guncang. Hal ini dapat memberikan kesan kepada pengguna adanya penggunaan teknologi modern pada layanan yang ada di Perpustakaan Ghrahatama Pustaka. Selain itu, juga terdapat balkon-balkon yang menawarkan area diskusi pada ruangan terbuka sehingga pengunjung bisa membaca buku atau berdiskusi pada area outdoor.